Loading...
Kekacauan di Filipina saat Lockdown Corona, Presiden Duterte Beri Instruksi Tembak Mati Bagi Perusuh
Kekacauan terjadi di negara Filipina saat kebijakan lockdown tengah diterapkan pemerintah guna memutus rantai penyebaran virus Corona atau Covid-19.
Lockdown merupakan upaya terakhir yang dilakukan pemerintah Filipina untuk memerangi penyebaran virus Corona yang mengganas di negaranya.
Namun sayangnya, ada hal yang harus dikorbankan di balik keputusan lockdown, satu diantaranya yaitu perekonomian rakyat.
Misalnya, jutaan rakyat miskin di Filipina yang menggantungkan hidup dari penghasilan sehari-hari berimbas pada kehilangan mata pencaharian selama wabah virus Corona merebak.
Ketidakseimbangan perekonomian ini membuat sebagian rakyat mengamuk dan merusuh di kala negara tengah menghadapi masa lockdown.
Aksi protes dan kerusuhan terhadap kinerja pemerintah Filipina yang dinilai tidak becus pun terjadi di mana-mana.
Melihat kerusuhan yang terjadi di tengah rakyatnya, tanpa Ampun, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte perintahkan polisi tembak mati perusuh lockdown virus Corona.
Dikutip dari Kompas.com (TribunJatim.com Network ), Presiden Filipina Rodrigo Duterte secara tegas memerintahkan polisi untuk menembak mati terhadap siapa pun orang yang membuat rusuh selama masa lockdown virus Corona.
Kini, ada sekitar setengah dari negara berpopulasi 110 juta itu tengah menjalani dikarantina.
Hal tersebut berdampak pada jutaan rakyat miskin yang kehilangan mata pencahariannya.
Beberapa jam sebelum Duterte memberikan perintah tembak itu, sekitar 20 orang dari permukiman kumuh Manila ditangkap polisi.
Mereka menggelar aksi protes dengan menuduh pemerintah Filipina gagal menyediakan bantuan bagi kalangan miskin.
"Perintah saya kepada polisi dan militer, jika terjadi ketegangan dan nyawa kalian terancam, tembak mati saja perusuh itu," kata Duterte, Kamis (2/4/2020) dikutip dari Kompas.com.
"Dari pada kalian menyebabkan masalah, lebih baik saya mengirim kalian ke pemakaman," kata presiden yang berjuluk The Punisher itu.
Dia melontarkan ancaman tersebut setelah Manila melaporkan wabah virus Corona semakin memburuk meski lockdown telah berlangsung selama dua pekan.
Saat ini, Filipina melaporkan adanya 2.311 kasus infeksi penyakit bernama Covid-19 itu, dengan 96 di antatanya dinyatakan meninggal.
Pemerintah menyatakan, mereka baru saja memulai peningkatan tes sehingga angka penularan karena Covid-19 diperkirakan terus bertambah.
Duterte, yang berkuasa pada 2016, dikenal karena perkataan tajam dan tindakan kontroversialnya dalam memerangi peredaran narkoba.
Tetapi, oposisi menuding perang anti-narkoba mantan Wali Kota Davao hanya menyasar kalangan bawah, dengan orang kaya dan berkuasa tak tersentuh.
Tak pelak, ucapan sang presiden untuk menembak mati para perusuh menimbulkan kecaman, seraya aktivis HAM mendesak Manila menyediakan bantuan dari pada ancaman.
Dalam pernyataannya, Amnesty International Filipina menyayangkan mengapa presiden 75 tahun itu malah menugaskan penegak hukum untuk membunuh pembuat onar.
"Penggunaan kekuatan mematikan dan tak terkontrol tidak seharusnya menjadi metode di tengah menyebarnya virus Corona," tegas Amnesty International.
Seperti biasa, jika presiden yang akrab disapa Digong itu mengucapkan kalimat kontroversial, bawahannya langsung memberikan klarifikasi.
Kepala Kepolisian Archie Gamboa menerangkan, sudah tentu dia tidak akan memerintahkan bawahannya untuk membunuh setiap perusuh saat lockdown.
"Kemungkinan presiden hanya menekankan kepada perlunya penguatan penerapan hukum di tengah krisis seperti ini," kata Gamboa.
Karantina massal yang berefek kepada 12 juta orang di Manila menyebabkan hampir semua lini bisnis, hingga kegiatan kebudayaan terpaksa ditiadakan.
Presiden Duterte Ancam Warga Filipina Pelanggar Lockdown, Tak Segan Tembak Mati, Gandeng Militer
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mencoba senapan serbu bantuan dari pemerintah China. (SCMP via Kompas.com)
Dilansir dari Tribunnews.com (grup TribunJatim.com ), Rodrigo Duterte selaku Presiden Filipina akan menugaskan polisi militer untuk menembak masyarakat pelanggar lockdown.
Ancaman atau sanksi ini merujuk pada kebijakan lockdown yang berlaku selama sebulan di Pulau Luzon, Filipina.
"Biarkan ini menjadi peringatan bagi semua."
"Ikuti pemerintah saat ini karena sangat penting, kita memiliki perintah," kata Duterte dalam siaran televisi lokal Rabu (1/4/2020), melansir Al Jazeera.
"Jangan bahayakan pekerja kesehatan, para dokter, karena itu adalah kejahatan serius."
Duterte menegaskan, akan menembak mati orang yang melanggar aturan ini.
"Perintah saya kepada polisi dan militer, jika ada yang membuat masalah, dan hidup mereka dalam bahaya, tembak mati mereka."
"Jangan mengintimidasi pemerintah."
"Jangan menantang pemerintah."
"Anda akan kalah," tambah Duterte dalam bahasa Filipina dan Inggris.
Peringatan Duterte dikeluarkan setelah penduduk daerah kumuh di Kota Quezon, Manila, berdemo.
Mereka melakukan protes di sepanjang jalan raya dekat perumahan.
Para warga mengklaim belum menerima paket makanan dan pasokan bantuan lainnya sejak kebijakan lockdown 2 minggu lalu.
Polisi setempat mengatakan, warga tidak mau kembali ke rumah dan menolak dibubarkan.
Namun polisi kemudian berhasil mengamankan 20 orang dan membubarkan aksi protes.
Seorang pendemo, Jocy Lopez (47), terpaksa melakukan protes karena belum mendapatkan makanan.
Sementara kondisi saat ini membatasi ruang gerak mereka.
"Kami di sini untuk meminta bantuan karena kelaparan."
"Kami belum diberi makanan, beras, bahan makanan atau uang tunai."
"Kami tidak punya pekerjaan."
"Kepada siapa kami meminta?," katanya sebelum ditangkap.
Sebagian besar warga yang diamankan petugas adalah para pria.
Mereka meninggalkan istri, anak, dan keluarga di rumah.
Penduduk menilai, penangkapan para pendemo akan menambah kesengsaraan mereka untuk mendapatkan makanan.
Kelompok-kelompok aktivis mengecam penangkapan tersebut dan mendesak pemerintah untuk mempercepat pemberian bantuan tunai yang dijanjikan.
Rencananya, pemerintah mengalokasikan dana sebesar 200 miliar peso atau sekira Rp66 triliun untuk jaminan warga miskin di tengah lockdown.
"Menggunakan kekuatan berlebihan dan penahanan tidak akan mengenyangkan perut kosong orang Filipina."
"Sampai hari ini mengingat janji bantuan uang tunai untuk orang miskin," kata kelompok hak asasi perempuan, Gabriela.
Penduduk lainnya lantas mengadakan perkumpulan untuk menuntut pembebasan mereka yang ditahan.
Di antaranya memegang poster yang bertuliskan 'tes massal, bukan penangkapan massal'.
Wilayah utama Filipina di utara Pulau Luzon adalah rumah bagi lebih dari 57 juta orang dan kini harus menjalani lockdown selama sebulan.
Pada Rabu (1/4/2020) lalu, otoritas Filipina mencatat 2.311 kasus Covid-19 dan 96 orang meninggal dunia.
Sementara itu, catatan Worldometers pada Kamis (2/4/2020), belum ada penambahan kasus pasien terinfeksi virus Corona.
Sementara pasien sembuh ada 50 orang.
(Kompas.com/Ardi Priyatno Utomo)